living diversity

-throwback-

Ingatan saya kembali ke situasi tepat pada satu tahun yang lalu. Tahun 2019.
AIESEC mengubah pola pikir saya. A lot.

So, lets start the story begin!
Mei-Agustus 2019, saya memiliki kesempatan yang besar untuk berinteraksi dengan berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda. Latar belakang? ya. Kewarganegaraan, bahasa, budaya, hingga warna kulit yang berbeda dari saya. 
Racism? not. Iam highkey proud poorson!

Bulan-bulan yang penuh pengalaman. Mengitari Sulawesi Selatan dan Barat dengan orang yang baru bukan suatu hal yang mudah. Terlebih dengan latar belakang yang berbeda. Dengan membawa almamater orange ku, seorang diri, merintis cerita yang baru. Yap, AIESEC tidak hanya dihuni oleh segenap pemuda luar biasa dengan almamater merah saja. Ada hijau dan kuning juga.
Tetapi pada hari itu, pemandangan sungguh indah. Berwarna warni. 
Wow, iam living in diversity.
Once more, iam proud!

Warna warni?
Iya!
Switzerland, China, Egypt, Lithuania, Italia, Germany, Portugal, dan Indonesia menjadi satu.
Tidak banyak kenangan yang bisa saya bagikan. Waktu terus berlalu, memori ada yang tergerus oleh waktu, dan adapun yang masih lekat dalam ingatan. Masih begitu indah dan membanggakan.

Kami tinggal selama 2 minggu di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan kemudian dilanjutkan 2 minggu lagi Kota Mamuju, Sulawesi Barat.
Dengan background project yang beragam, kami tetap menjadi satu.
Saat itu saya berkesempatan menjadi staff dalam sebuah project Pengembangan Ekonomi mendukung SDGs nomor 8 "Decendent Economic Growth". Rekan satu project saya yakni 3 orang dari Indonesia, 2 orang dari China, dan satu orang dari Switzerland; yang menjadi rekan satu kamar saya. 

Saya tidak akan menceritakan terlalu banyak terkait kegiatan saya.
Biar AIESEC yang menjadi jawabannya :D

Okay, kita kembali ke judul utama.
Kalau bisa kasih sub-judul, saya akan memberi judul "Iam A Proud Indonesian".
Kenapa?
Orang Indonesia itu hebat.
Kata orang, Indonesia itu tertinggal, dan masih berkembang. 
Tapi menurutku, Indonesia terus berproses. Indonesia tidak dapat menaruh titik untuk menjadi tolak ukur. Kenapa? Indonesia terus menyerap dan memproses hal-hal yang baru. Kelestariannya sungguh terjaga. Meskipun kita hidup dengan fasilitas yang terbatas, tetapi lihat! Anak anak bangsa tetap terus berproses; ilmu.

Setelah berminggu-minggu tinggal dengan orang-orang yang beru, menyesuaikan diri, dan saling bertukar bahasa serta budaya, saya yang mungkin tadinya cuma punya 50% amunisi untuk merangkai hari esok, kini menjadi 90% kuatnya. Tahu tidak, bertemu dengan seseorang pun dapat menjadi charger mode buat kita loh!
Suatu hari saya diajak untuk membuat makanan khas Italy. Gnocchi.
Kentang, bawang, dan keju.
Setelah itu saya diajar tentang baju khas negara yang mereka miliki.
Topi dan kain.
Saya dengan bangga menunjukkan seluruh kekayaan yang kita punya di Indonesia. Iya, punya kita bersama.

Goresan yang ada disini akan saya lanjutkan pada tulisan saya selanjutnya.
Saya ingat ingat dulu.
Terlalu banyak.

See ya!


ps: ada foto peta dunia nih buat kalian! <3


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesian Blind Union